Sebenarnya ini saya rasakan sudah cukup lama.., dimulai dari jumlah wirausaha di Indonesia yang masih diatas peringkat 90an selama beberapa tahun, index inovasi yang juga masih dibelakang dan masalah lainnya.
Tetap optimis, itu yang saya rasakan. Karena saya dibesarkan dilingkungan wirausaha dan pekerjaan saya sekarang masih berwirausaha dan mendidik wirausaha di kampus dan seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Melalui tim kami di Belmawa (Pembelajaran dan Kemahasiswaaan) Kemdikbud, mata saya lebih terbuka terhadap permasalahan kewirausahaan di Indonesia.
Sebenarnya Pemerintah dan masyarakat sudah membuktikan melalui kewirausahaan, perekonomian Indonesia berangsur bangkit dan bahkan optimis di tahun 2030, Indonesia akan berada di jajaran 10 besar perekonomian di dunia. Jangan salah, menurut GEM (Global Entreprneurship Monitoring) yang dibuat oleh sekelompok peneliti yang didanai oleh Babson College, menempatkan Indonesia sebagai negara yang masuk 10 besar dan dinilai memiliki pertumbuhan yang baik sepanjang 2019.
Masuk dalam pandemi covid seperti saat ini, Indonesia juga ga parah parah amat kok dibanding negara lain. Dibuktikan juga di GEM tahun 2020 (silahkan googling saja dan download laporannya), Indonesia banyak melahirkan banyak Entrepreneur baru. Bahkan Indonesia juga Negara paling tinggi memberikan kontribusi dalam semangat kewirausahaan di Dunia.
Jadi sangat optimis kan?
Namun kenapa Indonesia belum jadi negara terdepan dalam hal kewirausahaan?. Ini sempat dibahas dalam forum UNDP di bulan Mei 2021 dan saya saat itu ditugaskan oleh Kemdikbud untuk memandu acaranya. Insightnya menarik!
Jadi .. begini, permasalahan di Indonesia ini memang karena Indonesia itu sangat besar, jumlah penduduknya banyak, beragam suku, budaya, bahasa dan pulaunya juga puluhan ribu. Sehingga, diawal memang terlihat jelas bahwa Infrastrukur menjadi permasalahan teman teman. Tapi tidak hanya infrastuktur fisik yang sudah menjadi perhatian Presiden Jokowi dan pemerintahannya sekarang. Infrastruktur yang sifatnya non fisik juga masih jadi kendala.
Ok sebelum kita bahas Infrastuktur non fisik, sebenarnya dalam beberapa findings dan diskusi, terdapat setidak tidaknya 6 masalah yang ditemukan mengapa Kewirausahaan itu banyak bergerak di perkotaan besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang dll). Ya… disekitar pulau Jawa saja…
6 masalah itu adalah : Regulasi, Infrastruktur, Knowledge, Akses Permodalan, Budaya dan Teknologi.
Yang menarik teman teman, setelah melalui pembahasan panjang. Regulasi, Infrastuktur, Akses Permodalan dan Teknologi bisa kita atasi dengan kolaborasi dan penanganannya sepertinya sudah dihandle oleh pemerintah dengan begitu banyak kegiatan. Regulasi sudah sangat mudah sekarang, Infrastruktur masih jadi PR dan masih otw untuk terus dibuat pemerataannya, Permodalan sekarang sudah cukup mudah asal kita siap dan teknologi juga sudah mulai bertumbuh walaupun pemerataannya masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah, lembaga peneliti dan perguruan tinggi. Kesemua itu akan terus berkembang cepat kalau budaya dan knowledge kita perbaiki dulu. Itu insights yang sering kita bahas diberbagai forum.
Banyak akses permodalan, teknologi, regulasi mudah tapi kalau startup masih belum punya mental wirausaha, pasti tetap “ga jadi itu barang!”. Banyak masih mengeluh di daerah, sudah dibuat pelatihan sana sini, kenapa masih belum berhasil. Terlihat jelas di daerah – daerah pemangku kepentingan melihat pengusaha pemulanya masih belum pintar mengambil keputusan, tidak berani berhadapan dengan investor dll.
Knowledge dalam hal hard skill memang penting dan banyak diberikan oleh pemerintah dan swasta. Pemerintah dimanapun banyak memberikan laporan sudah melakukan pelatihan A, pelatihan B dan sebagainya. Namun bagaimana dengan knowledge soft skillnya? … Aaaa… itu dia yang terlupa, padahal entreprneurial mindset, negosiasi, understand customer memegang peran penting dalam kesuksesan berwirausaha.
Ditambah lagi budaya, kebiasaan, yang dibangun sejak jaman dahulu masih belum mendukung proses kewirausahaan. Budaya asli Indonesia, “Gotong Royong”, saling membantu, berkolaborasi, dan saling mendukung masih terlihat disebagian daerah saja. Masih banyak yang memilih bersaing dan bertarung di red ocean adalah tempat yang sesungguhnya. Budaya sebagai long life learner juga masih banyak ditemukan di sebagian tempat di Indonesia. Budaya membaca yang masih sangat minim ditemukan di tempat umum, bahkan di Universitas, perpustakaan belum menjadi tempat favorite (jika dibandingkan dengan budaya membaca di luar negeri).
Tapi memang, kalau kita lihat permasalahan knowledge di ranah yang lebih tinggi (startup yang lebih advance), pastinya mereka sudah memikirkan permasalahan kesulitan mencari programmer, jago coding, data science, digital marketing dll. Ya tapi itu di jajaran yang sudah tinggi bro .. tapi kalau yang di level grass root, masih banyak masalah di mindset dan teman temannya.. hahaha.
ya … entrepreneurial mindset, understand people, be patient, dan sebagainya itulah yang harus kita tanamkan di manusia Indonesia sejak dini.
Solusinya bagaimana?
Ya kongkritnya .. belajar dari komunitas TDA dan juga pengalaman dari orang orang hebat disetiap pertemuan….
Pertama, ajakarkan pendidikan Kewirausahaan sejak kecil, bahkan di beberapa negara besar kewirausahaan diajarkan sejak kelas 2 SD. Btw Kewirausahaan bukan jualan ya hehehe… Kewirausahaan yang kita sepakati adalah menanamkan Entrepreneurial Traits kedalam setiap anak Indonesia
Kedua, Digitalisasi…, sambil menunggu pemerataan infrastuktur digital di Indonesia, sudah saatnya materi materi kewirausahaan itu diberikan dan bisa diakses secara digital. Contoh TDA TV (silahkan cari di Youtube), memberikan pembelajaran kewirausahaan secara mudah dan bisa diakses oleh siapaun dan kapanpun!. coba dilihat ya…
Ketiga, Mentor! , Salah satu poin penting keberhasilan dan percepatan keberhasilan seorang wirausaha. Memang masalahnya mentor itu tidak murah, coach itu juga tidak murah.. untuk menjadi mentor, sebaiknya sudah berpengalaman menjalankan usaha tahunan. Kalau coach juga begitu, harus mengemban pengalaman dan pendidikan yang perlu dibayar uang yang tidak sedikit. Jadi bagaimana bisa akses mentor dan coach dengan biaya yang terjangkau ? bahkan gratis untuk startup / pengusaha di daerah? . Ya … salah satunya adalah membuat komunitas! . Contoh Komunitas TDA juga, karena memang saya ada di komunitas itu. Pengusaha yang ada di komunitas juga diberikan motivasi untuk terus membantu teman teman yang masih ada dibawahnya, diberikan edukasi cara mentoring dengan baik dan setelah itu ditugaskan untuk membantu yang lain. Komunitas adalah bentuk “organisasi” yang cair, cuma butuh kedekatan emosional (hubungan pertemanan) dan tujuan yang sama. Dengan komunitas yang bisa diakses ditiap daerah, diharapkan akses ke mentor tidak lagi jadi kendala.
Semua bisa ikut andil setidak tidaknya dalam membangun yang 3 solusi sederhana yang bisa dimulai dari diri kita. Jika anda orang tua, silahkan baca buku tentang entrepreneurial mindset dan ajarkan kepada anak anda. Jika anda pelajar/ mahasiswa, ikut terus kegiatan yang difasilitasi oleh pemerintah / swasta tentang kewirausahaan, pikirkan masalah di Indonesia yang anda bisa carikan solusinya. Jika anda pendidik, silahkan dalami ilmu kewirausahaan yang artinya tidak hanya berjualan dan berbisnis, jauh dari itu, kewirausahaan adalah sebuah tindakan dan perilaku yang pastinya mulia. Jika anda pekerja, terapkan entrpreneurial mindset ke dalam perusahaan anda. Lihat TDATV dan sumber sumber lain tentang kewirausahaan di internet. Banyak sekali yang kita bisa buat, coba lihat 3 solusi diatas… mana yang anda bisa bantu? langsung action!
Hahaha…. dont worry, jangan percaya 100% dengan apa yang saya katakan?
“Karena entrepreneur tidak selalu benar, tapi setiap entrepreneur selalu terus mencari pembelajaran dari kegagalan / kesalahan dalam jalannya mencari kebenaran!”
Senantiasa semangat kewirausahaan menyertai kita semua.
Salam kewirausahaan untuk semua!.
Komentar Terbaru